16/09/13

Teguh Herdi Sancoyo, SPd MM Melangkah Pasti Meraih Prestasi



Sosok yang satu ini memang pas dan tepat menjadi seorang pendidik. Sabar, enerjik, ramah dan tulus dalam pengabdian adalah profil kesehariannya. Sebagai seorang pendidik yang kini di percaya mengemban amanah untuk  menjabat Kepala Bagian Pemuda dan Olah Raga (Kabid POR) Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga (Dindikpora) Kabupaten Tegal terbilang luar biasa dalam prestasi. Dalam bekerja ia tidak setengah-setengah. Dengan kedudukannya yang sekarang  dia mengaku memperoleh kesempatan untuk mengaktualisasikan ide-idenya dan bertekad untuk meraih prestasi terbaik. Ia pun layak dijadikan inspirasi untuk berbuat lebih banyak bagi pendidikan.
“Pendidikan adalah investasi sumber daya manusia jangka panjang, melakukan proses pendidikan dengan benar-benar, sungguh-sungguh dan selalu berorientasi masa depan. Semua pelaku pendidikan harus mampu memegang amanah mencerdaskan kehidupan bangsa. Agar kelak bangsa ini lebih bermartabat, jaya dan berdaya saing,” ujar Teguh Herdi Sancoyo, SPd MM.
Dalam tubunya mengalir jiwa seni yang begitu kental dengan bermacam bidang seni digeluti, seni suara, seni tari, seni drama, seni sastra maupun seni berorganisasi mampu diekspresikan dengan baik dan penuh penjiwaan. Bakatnya yang luar biasa membuat banyak orang mengenal sosoknya sebagai orang yang menyukai tantangan, tanggung jawab dan multitalenta.
Di dunia tarik suara, ia emiliki suara sopran yang merdu menggema mirip Broery Marantika, lagu ciptaanya juga pernah masuk dapur rekaman. Sebelum menjadi Ketua I Dewan Kesenian Kabupaten Tegal, ia juga peduli seni budaya dengan ikut mengangkat dan menggerakkan kesenian di Kabupaten Tegal. Salah satunya di wilayah Jatinegara. Tidak ketinggalan aktif juga di PAPPRI (Persatuan Artis Pencipta Penata Musik dan Rekaman Indonesia)
Seperempat Abad Mengabdi Di Jatinegara
Sebagai seorang PNS ia sudah seperempat abad mengabdi di Jatinegara. Ia mampu membuktikan bahwa Kecamatan Jatinegara yang dulu identik dengan kecamatan buangan, terisolir dan sebagai tempat karantina orang-orang yang bermasalah, sekarang menjadi tempat orang-orang yang berprestasi. Imej buruk itu perlahan sirna berkat kerjasamanya dengan muspika dan tokoh masyarakat setempat.
“Kami ingin membuktikan bahwa kami mampu beradaptasi dengan lingkungan geografis yang kurang baik jika dibandingkan daerah lain, dan ternyata kami bisa. Seperempat abad kami mampu beradapatasi dengan kondisi seperti ini,” kata Teguh, kala itu.
Mengawali pengabdiannya di SDN Kedungwungu 1, 25 tahun di Dinas P & K dan tahun 2000 masuk menjadi Penilik Pembinaan generasi muda. Aktif di beberapa organisasi kepemudaan, diantaranya, sebagai Andalan Cabang di Pramuka bidang pendidikan, tergabung dalam Komite Pemberdayaan Ekonomi Koperasi KNPI, sebagai Pembina Karang Taruna Kecamatan di Departemen Seni dan Budaya Pemuda Pancasila (PP) Kabupaten Tegal, Ketua Persekat ranting Jatinegara dan lain-lain.
Secara dinas dan pribadi sangat peduli dengan semua permasalahan yang ada, karena memang itulah tugas, pokok dan fungsi (Tupoksi) sebagai Penilik PNS. Ia waktu itu bersama dengan Kepala UPTD Dinas P & K Kecamatan Jatinegara, Heri Sucianto, SH beserta jajarannya mampu menghimpun, merekrut yang tidak mampu bersekolah karena berbagai faktor masalah ekonomi melalui kejar paket A-B-C. Dan yang paling menjadi konsentrasinya masa itu adalah Keaksaan Fungsional, yaitu proses percepatan tuntas buta aksara.
Dia mengisahkan dulu angka buta aksara di Kabupaten Tegal pada tahun 2006 tergolong tinggi, mencapai 20 ribu jiwa yang 2.697 jiwa diantaranya adalah warga Kecamatan Jatinegara. Kenyataan itu menempatkan Kabupaten Tegal kala itu pada rangking 3 besar di Jateng, dan 12 besar untuk tingkat nasional sebagai penyandang predikat buta aksara. Walaupun memprihatinkan, namun semangat menuntaskan buta aksara terus diwujudkan hingga terbitnya ‘Sukma’ yakni, surat bukti bahwa warga belajar melek aksara/ bukan buta aksara lagi.
Pihaknya dalam bekerja menggunakan rasio, semua di otak atik dengan menggunakan matematika, sehingga permasalahan yang muncul di lapangan bisa diperhitungkan. “Percepatan buta aksara sendiri ada 3 tingkatan yaitu, awal pembelajaran yang dinamakan pemberantasan, setelah lulus pemberantasan naik ke pembinaan, setelah itu baru naik ke pelestarian. Dan di pembinaan ada penambahan materi life skill, atau materi ketrampilan hidup. Kegiatan tersebut mendapat respon sangat bagus dari masyarakat setempat, mengingat hampir setiap desa di kecamatan ini telah memiliki kelompok-kelompok belajar,” jelasnya.
Menuju Gedung SKPD Termegah
Setelah sekian lama berkutat di Jatinegara, karir pun berlanjut ke wilayah Kedung Banteng dan Pangkah. Pengabdian, totalitasnya dan prestasi yang diraihnya mendudukan seorang Teguh Herdi sebagai Kepala UPTD Dikpora Kecamatan Kedung Banteng, hingga bergeser ke wilayah Pangkah dengan jabatan yang sama. Di dua wilayah tersebut sekalilagi ia mampu berbaur dengan masyarakat setempat. Maklum dia yang rendah hati memang dikenal supel dan pandai bergaul.
Baginya pengalaman hidup yang penuh liku membuatnya semakin dewasa dalam bersikap. Hingga susah tak berarti harus menjadi tangis yang tersedu, sementara senang pun juga tak diartikan dengan tawa terbahak. Sampai akhirnya pada satu ketika, suami dari Ratna Dumila dan ayah dari Erlinda ini dipercaya mengemban tugas sebagai Kabid POR Dindikpora dengan menempati gedung SKPD termegah di Kabupaten Tegal. “Memang semua itu membutuhkan waktu yang lama. Tapi inilah sebuah proses, karena tiada sesuatu yang instan jika ingin menghasilkan sesuatu yang berkualitas. Karena sukses adalah perjalanan, perjalanan menuju ke tahap berikutnya,”ujarnya.
Peduli Seni Budaya
Memelihara dan menjaga waktu bukan berarti harus mengisi semua dengan pekerjaan dan aktivitas, tidak semua waktu dalam hidup ini adalah kerja keras yang terus menerus tiada henti dan tiada waktu istirahat, dan bahkan harus bermuka tegang, tidak ada ketawa ataupun muka ceria, namun disini bermaksud bahwa waktu luang dan istirahat jangan sampai merampas dan mengalahkan waktu untuk bekerja, beramal dan berkarya. Dalam kondisi bagaimanapun, dia senantiasa memberikan yang terbaik dalam hidup ini, senantiasa menyalakan semangat dan membuktikan pada semesta.
Teguh yang dulu di Jatinegara punya andil dalam memajukan musik, terbukti saat itu adanya 5 kelompok Orkes Malayu, 3 kelompok Organ Tunggal, 1 kelompok Karawitan dan Ketoprak serta 50 grup Terbang Kencer, termasuk menggelar even lomba vokal dangdut dan parade band. Dibidang budaya khususnya peninggalan sejarah dan pelestariannya, dia termasuk orang yang peduli, hal itu dibuktikan dengan keberadaan Seni Sintren di Desa Tamansari yang merupakan satu hal yang spesifik dan istimewa, serta Situs Purbakala dan Cagar Budaya berupa Lumbung Padi yang masih utuh dan asli.
Dia yang gemar naik motor traill ini selalu terobsesi untuk mewujudkan impiannya selama ini, yakni menghidupkan kembali kesenian asli Tegal yang nyaris punah seperti, Seni Sintren Desa Tamansari, Seni Lais Desa Gantungan dan Balo-balo Desa Lebakwangi Jatinegara. Ia pun tak canggung dan sering merasa rindu dengan masyarakat Jatinegara. Ia bersama rombongan guru seni budaya dan pecinta seni lainnya sering menyambangi daerah yang ikut membesarkan namanya.
Rupanya memang benar, dia tidak hanya seorang pendidik yang tekun, namun juga seorang seniman. Tidak tanggung-tanggung lagu ciptaanya bahkan pernah masuk dapur rekaman di tahun 1983. Tidaklah mengherankan bila dia yang didapuk sebagai Ketua I Dewan Kesenian Kabupaten Tegal sampai kini masih tetap eksis di dunia musik dan cipta lagu.
Teguh menceritakan, waktu itu di tahun 80-an, dia dan temannya seniman kampung sedang mengobarkan potensi seni. Berkibarnya Secha Rossa Band milik PG Pangkah yang sempat rekaman di Remaco telah melecut semangat anak-anak kampung untuk meneruskan jejak Secha Rossa Band. Hingga akhirnya terbentuklah band kampung yang digawangi Vosca (ex gitaris Secha Rossa) dan Teguh sebagai drummer. Sayang jejak sukses Secha Rossa sulit untuk di kejar. Alhasil, masing-masing termasuk dirinya beralih menjadi pencipta lagu sesuai apa yang sedang dialami waktu itu, yakni masa-masa kasmaran.
Satu ketika temen dari Bumijawa yang kebetulan kuliah di Jakarta berambisi menjadi vokalis, berhasil lolos best vocal di CHG Record milik Charles Hutagalung pada Oktober 1983. Temen tersebut adalah MG Marheinismanto alias Oni yang kini menjadi wakil rakyat di DPRD KabupatenTegal. Oni lantas masuk dapur rekaman dan harus membawakan lagu yang belum pernah di rekam sebelumnya. Maka di bawalah oleh Oni sebuah lagu yang berjudul ‘Patah Hati’ ciptaan Teguh Herdi.
“Lirik lagu tersebut album perdana produksi CHG Record dengan label ‘Anak Jalanan’. Posisi Oni pada ZA Nomor 3 dengan pengiring CHG Band, Aranger music Mus Mujiono. Launching lagu pada Maret 1984 dan sempat meledak di Jakarta. Lagu tersebut juga sempat masuk best sealler (penjualan terbaik) hanya sayang kurang promosi di daerah,” ungkapnya.
Dia yang aktif di PAPPRI (Persatuan Artis Pencipta Penata Musik dan Rekaman Indonsia) saat ini masih menyimpan 8 lagu ciptaannya, baik yang tertulis maupun di memori benaknya. Diantaranya, Ibu, Balada Penebang Tebu, Benci, Kau Pura-Pura, Keheningan, Potretmu,, Patah Hati 2 dan Guru Di Kaki Gunung. Lagu Balada Penebang Tebu di ubahnya kedalam bahasa Tegalan dengan judul ‘Damar Kanginan’
Beberapa penghargaan ia raih, salah satunya adalah sebagai Penggiat Seni Budaya Tegal pada acara Rakyat Tegal Moci Bareng dalam rangka Hari Jadi Kabupaten Tegal ke 411 dan lain sebagainya. Dia juga turut hadir dalam Launching Lagu Tegalan di Pendopo Balaikota Tegal.(didik yuliyanto)  

Dalam menjalankan tugasnya semua wartawan Muara Pos dibekali Surat Tuas dan ID Card serta namanya tercantum dalam Box Redaksi

Kisah Nyata

Sosok