Brebes(MP)- Kota Bumiayu yang terletak diwilayah selatan Kabupaten Brebes Jawa Tengah, menjadi daerah penghubung antara pantura dan selatan, jalur Kota Tegal- Purwokerto. Di kota kecil ini berdiri sebuah gedung Bioskop Sena yang kini keberadaanya cukup memprihatinkan, hanya menyisakan bangunan kuno dan dibiarkan begitu saja, konon kabarnya bangunan bersejarah ini didirikan sejak awal Tahun 1951.
Bangunan
yang berlokasi dijantung Kota Bumiayu atau di Jalan KH Ahmad Dahlan merupakan
satu-saunya tempat hiburan rakyat dari generasi ke generasi. Pasalnya, sejak
jaman penjajahan sering dijadikan pementasan kesenian ketoprak, sandiwara dan
tonil, dan yang tidak asing lagi dipentaskan adalah cerita Kamandaka.
“Sekarang
dengan maraknya media elektronik seperti televisi, video dan sejenisnya menjadikan
Bioskop Sena gulung tikar, karena kini masyarakat sudah beralih ke media yang ada di rumah
masing-masing, dan itu terjadi sejak mulai tahun 1980,” terang Sahroni (83)
warga setempat.
Dikatakan
dia, dijaman sebelumnya juga terjadi pasang surut, apalagi sepanjang revolusi
(1945-1949) lokasi ini menjadi sepi, baru pada 1951 di bangun gedung hiburan
yang pada awalnya diberi nama Venus. Namun Venus berganti nama menjadi Sena,
karena pada saat itu dinilai terlalu kebarat-baratan. Sebelum meletus Gestok (Gerakan
Satu Oktober) tahun 1965 gedung Sena sudah terkenal.
Hal
senada dikatakan Tan Ing Haay (71) warga keturunan Tionghoa yang tinggal tidak
jauh dari bangunan gedung Sena. Menurutnya, gedung Sena berdiri diatas lahan
bekas sekolah milik warga Tiong Hwa Hwee Koan (THHK) dan awal pendiriannya mulai
dilakukan sekitar tahun 1951. Sebelumnya, pada tahun 1947 saat agresi militer
Belanda I terjadi, rakyat membakar habis sekolah Tionghoa. Saat itu rakyat
beranggapan komunitas Tionghoa tidak pro terhadap kemerdekaan.
“Akhirnya
oleh rakyat dan tentara, bekas bangunan sekolah tersebut dibangun gedung baru
untuk tempat pertunjukan yang pada saat itu belum bernama Gedung Sena. Sena
lantas dimanfaatkan sebagai tempat hiburan rakyat dan tentara sehabis perang
kemerdekaan,” ungkap Pengurus Yayasan Eka Bhakti selaku penerus THHK ini.
Saat
ini pun kondisi Gedung/Gedong Sena tidak terawat, selain menyisakan tembok yang
memang masih berdiri kokoh, rumput liar tumbuh lebat didalamnya. Kondisi ini
cukup disayangkan oleh sejumlah aktivis seni yang ada di Bumiayu, karena
menurut mereka, Gedong Sena masih memiliki roh sebagai gedung tempat hiburan
bagi masyarakat.
Budi,
salah satu pegiat seni dan budaya Bumiayu mengaku saat ini merasa kesulitan
dalam menuangkan karyanya. “Jika saja pemerintah mau menghidupkan kembali
Gedong Sena, tentu bisa mewadahi kami untuk berkarya,” ujarnya. (imam suwondo)